Friday, 25 November 2016

4 Manfaat Menjadi Seorang Guru.

Selamat Malam Sobat Literasi :) Omong-omong, hari ini adalah hari guru. Udah merayakan belum nih? Ya minimal sekedar mengucapkan kata 'Selamat Hari Guru, Ibu & Bapak'. Syukur-syukur nih kalau sampai bisa membuat surprise yang berkesan buat guru-guru kita.

Kebetulan tadi pagi, Mimin sendiri sudah merayakan hari guru bersama teman sekelas Mimin. Maksud hati ingin mengerjai wali kelas Mimin nih eh malah Ibu guru kita udah tahu duluan dan justru ngerjain kita. Hehe ... Nanti Mimin Share deh foto-foto tadi pagi.

Nah, apakah sobat tahu apa sih untungnya jadi seorang guru? Saya sendiri sebenarnya bukan orang yang bercita-cita menjadi seorang guru. Tapi saya akui, pekerjaan seorang guru itu amarlah mulia. Tadi Mimin juga sempet ngerekam detik-detik perayaan hari guru di tempat Mimin dan jujur Mimin gak bisa menahan dirir untuk gak nangis. Sumpah baper banget... :'(

Nah, kali ini Mimin akan mengulas mengenai pentingnya dan betapa beruntungnya profesi seorang guru. Mimin rangkum saja menjadi delapan ulasan. Okey, langsung saja, Let's Go!
1. Pengasah Otak.
          Aktivitas seorang guru adalah mengajarkan muridnya tentang suatu hal atau suatu ilmu. Tetapi sebelum itu, seorang guru tentunya harus menguasai betul dan memastikan ilmu yang akan diajarkannya pada murid-muridnya sudah sesuai dengan caranya serta tidak keliru. Untuk mencapai semua itu, seorang guru tentunya akan mempersiapkan materi yang akan diajarkannya dengan mempelajari kembali materi yang bersangkutan. Dengan belajar-belajar dan belajar, seorang guru akan melatih otaknya dan mengasah otaknya agar terus mengingat ilmu yang pernah didapatnya saat di bangku sekolah. Dengan begitu pun seorang guru dapat mempertajam ingatannya dalam mengingat suatu hal.

2. Sebagai Waktu Beramal.

           Bagi sobat-sobatnya Mimin alias Viyay yang punya cita-cita jadi guru. Itu sama sekali gak rugi malah jadinya untung deh. Kenapa? Pasti ngerti sendiri dong :)
       Setiap ilmu yang disampaikan seorang guru pada muridnya itu adalah kucuran amal jariyah yang tak akan putus meskipun bila kita sudag meninggal. Selama ilmu yang kita ajarkan itu masih bermanfaat bagi orang lain.

3. Disuguhkan dengan Nostalgia
          Masa-masa bersekolah pastilah adalah masa-masa yang mempunyai kesan tersendiri bagi kita semua. Apalagi kalau sudah masa-masa SMA. Biasanya masa-masa itu yang paling berkesan di sekolah dalam hidup kita. Banyaklah cerita dan tawa yang mengisi masa-masa itu. Oleh karena itu, reunian biasanya yang paling sering diadakan adalah reunian SMA.
           Nah, sebagai seorang guru, baik itu guru SD, SMP, SMA atau guru lainnya, pasti akan bertemu kembali dengan bau-bau anak muda yang tak luput dari kemanjaannya, kemalasannya, dan segala kebiasaan seorang murid. Seorang itu pun akan teringat kembali saat-saat dirinya masih bersikap seperti muridnya itu.

4. Memiliki kenalan yang luas.
        Seorang guru biasanya memiliki kenalan yang luas. Ya siapa lagi kalau bukan muridnya sendiri. Ketika ia mengajar mungkin saja ia masih melihat sebagai seorang guru pada muridnya. Tetapi jika murid-muridnya telah lulus dan mengejar cita-citanya. Ada yang sebagai dokter (tuh kita bisa tanya-tanya/ konsultasi tentang kesehatan), polisi (nah kita bisa mudah dalam bekerja sama apabila terjadi sesuatu yang tidak terduga dan lain-lain.

Nah jadi apa yang perlu kalian pikirkan? Ayo semangat menyambut masa depan di depan mata.

Thursday, 10 November 2016

Cerpen Pribadi

Kala Dekade Diusik Triwulan
Oleh : Iffah Viyay

Aku menatap sedih dua orang yang sedang asyik bermesraan di depanku. Sungguh, aku merasa tidak suka melihat Rizal dengan pacarnya. Tapi apa dayaku? Aku sudah cukup bahagia meski hanya dianggap sebagai seorang sahabat olehnya. Kugenggam erat selembar kertas titipan Pak Muklis, guru bahasa Indonesia di sekolah SMA kami. Aku dan Rizal memang satu sekolah. Bahkan sekelas. Tepatnya di SMA Mandiri kelas XI IPA 1.

Aku merutuki nasibku tak sengaja bertemu dengan Pak Muklis. Jika aku tidak bertemu dengan Pak Muklis. Mungkin aku bisa menghindari pemandangan yang menyesakkan hatiku ini. Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa kalau harus menemuinya sekarang. Sedangkan aku harus pergi ke rumah nenek.

"Baik aku harus memberi ini sekarang. Tak ada waktu" gumamku memutuskan. Aku memang tidak ada waktu. Harus sekarang.

Akhirnya aku berjalan ke arah mereka setelah sekian lama aku berpikir-pikir. Aku mendekati mereka dengan langkah pelan dan tangan yang gemetar memegang kertas dari pak Muklis. Jantungku terasa berdegup kencang sekali. Ya Allah bantu aku. "Ehm..." aku berdehem pelan ketika aku tiba tepat satu langkah di depan mereka.

Mereka tampak menoleh bersama ke arahku. Rizal tersenyum ketika melihatku. Sedangkan Fani, pacar Rizal, nampak sinis padaku. Ia memberi sorot mata yang tajam sekali padaku. Aku tak mau perduli. Aku memandang Rizal yang kini sudah melepaskan pelukannya dan sekarang menghadapkan badannya ke arahku.

"Ada apa, Rani?" tanya Rizal begitu lembut. "Maaf menganggu. Ak..."

"Memang." potong Fani dengan tidak sopan. Aku mendelik tajam ke arahnya sesaat kemudian kembali memfokuskan pandanganku pada Rizal.

"Aku hanya ingin memberikan kertas Pak Muklis untukmu." jelasku sambil menyerahkan kertas dari Pak Muklis kepada Rizal. Dia menerimanya dan membacanya.

"Tugas Remedial. Coba wawancarai salah satu warga pinggiran yang tinggal di kawasan kumuh dengan sampah yang menggunung dan buatlah karya tulisnya. Kumpulkan hari selasa." ucap Rizal membaca isi kertas dari Pak Muklis. "Terima kasih, Ran. Fani bisakah kau menemaniku?" ucap Rizal sembari tersenyum. Aku hanya mengangguk dan bersiap segera pergi. Ketika aku hendak pergi. Langkahku tertahan. Tangan Fani menahan lengan kiriku. Aku langsung menghadap ke arahnya dan memberinya tatapan bertanya.

"Maafkan aku sayang. Aku tidak bisa menemanimu. Tapi kau kan punya sahabat yang baik. Biar Rani saja yang menemanimu. Bagaimana?" kata Fani seenaknya. Aku melotot kepada Fani yang dengan seenaknya mengajukan namaku tanpa ijinku.

"Baiklah." jawab Rizal. Juga seenak jidatnya saja.  "Tapi..."

"Ayolah kau ini kan sahabat Rizal dari kecil. Aku yakin kau akan selalu menemaninya meskipun harus datang ke tempat kumuh. Iya kan?" lagi-lagi dia memotong ucapanku. Aku kesal. Apalagi ucapannya itu manis sekali. Aku tahu betul dia itu paling tidak mau dan gengsi kalau harus datang ke tempat yang kumuh.

"Aku tunggu kau besok pagi jam tujuh di kawasan kumuh dekat rumah Desi. Kau ingat kan?" ucap Rizal juga seenaknya. Aku sampai tak percaya.

"Maaf Rizal. Aku tidak bisa. Sekarang aku harus pergi ke rumah nenek dan baru akan kembali senin malam. Jadi aku tidak bisa datang ke sana." jelasku ketika aku lihat Fani menarik tangan Rizal hendak pergi. "Tapi kau kan sudah..."

"Aku belum berjanji atau menerima apapun." giliran aku yang memotong ucapan Fani. Biar tahu rasa. Memangnya enak kalau disela sewaktu sedang bicara.

"Lalu tugasku bagaimana, Ran. Bisakah kau batalkan dulu. Aku mohon. Kau tahu sendiri aku paling tidak bisa membuat karya tulis." pinta Rizal penuh permohonan. Oh tidak jangan sekarang. Sebelumnya aku tak pernah bisa lolos dari tatapan memohonnya dan sekarang aku sepertinya masih saja tak bisa lolos.

"Oh. Ini sahabat yang kau bangga-banggakan, Rizal? Dia bahkan tidak mau membantumu." ujar Fani mengompori Rizal. Aku melotot mendengar ucapan Fani yang lancang. Dia sendiri mengaku sebagai pacarnya tetapi dia tak mau menemani. Sekarang, dia berbicara buruk tentangku di hadapanku sendiri.

"Aku selalu mengingatkanmu. Kalau dia itu egois. Dia tidak perduli dengan urusanmu. Dia hanya perduli dengan urusannya sendiri." ucap Fani dengan sinis dan sepertinya Rizal terpengaruh oleh ucapan Fani yang sangat tidak benar.

"Aku tidak seperti itu." bantahku.

"Lalu seperti apa? Nyatanya kau tidak mau membantu kan?" sindir Fani. "Baiklah aku akan membantu."

Aku segera pergi dari tempat itu. Aku tak mau tinggal lebih lama lagi. Aku menghentikan sebuah taksi dan langsung menaikinya. Begitu aku telah duduk, aku mengirim sebuah pesan kepada nenek.

To : Nenek.
Assalamualaikum, Nek. Maafkan aku Nek. Aku tidak bisa datang lagi. Aku dapat tugas dadakan. Aku janji lain kali akan datang.

Urusan nenek akhirnya selesai. Tapi aku masih jengkel dengan sikap Rizal yang berubah. Setiap istirahat biasanya dia mengajakku ke kantin dan setiap minggu pun biasanya dia selalu mengajakku jogging. Tapi lupakan hal itu. Bahkan dia tidak menyapaku jika kami berpapasan setiap kali dia sedang bersama dengan Fani. Dia hanya menyapaku jika dia sedang sendirian. Dia sepertinya sudah sangat dikendalikan oleh Fani. Rizal selalu menurut saja apa kata Fani. Aku tak habis pikir dengan perubahan Rizal itu.

Jujur saja aku jadi menyesal pernah membantunya supaya bisa jadi pacar Fani. Bukan karena aku cemburu. Lebih karena aku tak mau sikap Rizal yang dulu memudar seperti sekarang ini. Tapi apa boleh buat? Nasi sudah menjadi bubur.

"Biar saja lah. Jika dia bahagia. Aku akan bahagia." gumamku pelan.

***

Bau busuk makanan basi melintas dalam penciumanku. Aku langsung menutupi hidungku. Aku berjalan hati-hati melewati banyak sampah yang bertebaran. Banyak sekali sampah yang dibuang di sini. Dari sampah tumbuhan, makanan, dan plastik-plastik kemasan aneka produk. Potongan kayu-kayu yang tak berguna pun tergeletak begitu saja di sepanjang jalan. Aku dapat melihat rumah-rumah kumuh di depanku. Aku melewati jalanan sepi ditemani angin pagi yang bercampur dengan bau sampah yang sungguh tak sedap.

"Aku sudah tiba. Aku kira dia sudah datang." gumamku heran.
Aku melirik arloji di lengan kiriku. Sudah setengah jam dari waktu yang disepakati. Apakah Rizal terjebak kemacetan. Aku melihat ban mobil tergeletak di depanku. Tanpa pikir panjang, aku berjalan ke arah itu dan duduk di atas ban mobil bekas itu.

Aku merogoh kantong saku kemejaku. Ya, hari ini aku mengenakan kemeja panjang berwarna biru muda dengan celana jeans yang ketat. Rambutku yang hitam panjang kubiarkan tergerai-gerai diterpa angin pagi.
Sambil duduk, aku mengetik sms untuk Rizal.

To : Rizal, Besplen...
Aku sudah sampai tepat di depan perkampungan kumuh di bagian timur. Apa kau terkena macet? Berapa lama lagi kira-kira kau sampai? Aku akan menunggumu.

Jariku meng-klik tulisan "send". Kumasukan kembali handphoneku.
Baru beberapa menit aku menunggu. Aku merasakan handphoneku bergetar. Aku tersenyum. Ternyata pesan dari Rizal.

From : Rizal, bespren...
Apa kau tidak bisa sedikit saja bersabar? Aku sedang di jalan. Karena kau terpaksa bukan berarti kau berhak mengeluh.

Aku tertegun. Mulutku sampai menganga saking kagetnya. Apa aku tidak salah lihat? Atau apakah dia sedang mengantuk? Tapi dia selalu bangun pagi meskipun pada hari minggu. Tanpa sadar, aku mengetikan sms balasan untuknya.

To : Rizal, bespren...
Kenapa kau marah? Aku hanya bertanya.

Kembali aku klik 'send'. Aku kembali menatap sms yang tadi aku terima dari Rizal tadi. Mataku tiba-tiba memanas, tapi aku masih menahannya agar tidak menangis. Namun aku tak bisa menahan rasa sesak dalam dadaku ini. Aku bisa saja melihat dia bersama Fani. Aku pun bisa berusaha kuat ketika aku tak bisa dekat seperti dulu. Tapi aku tak bisa menahan satu hal ini. Rizal sekarang sudah berubah. Dia sekarang begitu kasar padaku. Apa dia benar sahabatku yang sudah bersamaku selama sepuluh tahun lebih bersamaku. Aku sungguh kecewa, Rizal.

Aku semakin terlarut dalam kesedihanku. Aku tak menyadari apapun. Langit di atasku sepertinya ikut bersedih menemaniku. Jam di arlojiku kini sudah menunjukkan pukul setengah sebelas. Tiga jam sudah aku menunggu Rizal. Tetapi Rizal masih saja belum muncul. Orang-orang berlalu memandang heran padaku. Mungkin dalam pikiran mereka, aku ini aneh karena duduk di dekat kawasan kumuh padahal yang kukenakan sangat rapi dan bersih.

"Kenapa Rizal masih belum datang?" Panjang umur. Ketika aku sedang asyik menggerutu, handphoneku kembali bergetar. Aku tak mau menunggu lagi. Segera aku membuka pesan dari Rizal. Dan apa yang aku dapat? Aku sangat terkejut mendapati pesan apa yang kuterima.

From : Rizal, bespren...
Lebih baik pulang saja. Aku tidak sudi datang ke sana. Aku lebih baik menghabiskan waktuku bersama Fani. So, You should back to home.

"Apa dia sudah gila?" teriakku tanpa sadar. Hal itu membuat orang-orang di sekitarku menatapku heran. Aku memberi mereka tatapan maaf. Mereka langsung kembali pada aktivitas mereka sebelumnya.

Aku bangun dengan kesalnya dan mulai berjalan pulang melewati jalan yang kulewati saat aku datang. Aku sengaja datang di sisi jalan yang sepi karena sampah di jalan itu tidak separah di jalan lain yang seperti bukit. Jalan itu masih sepi seperti saat aku datang. Dalam hati aku pun merasa was-was. Saat aku sudah berjalan seperempat jalan, aku mendengar suara berisik yang tampaknya selalu membuntutiku. Tapi aku berusaha menelan rasa takutku. Tapi baru saja aku akan mempercepat langkah, tiba-tiba sepasang tangan menarik badanku. Sepasang tangan lain membekap mulutku sehingga aku tidak bisa berteriak. Kemudian berusaha mengangkat tubuhku. Tetapi dengan sekuat tenaga aku merontah-rontah melepaskan sendiri sehingga mereka agak sulit mengangkatku.

"TOLONG... TOLONG..." teriakku diantara rontahanku. Aku berhasil menyulitkan orang yang membekapku sehingga terlepas. Tetapi itu tak berlangsung lama. Mulutku kembali dibekap dengan tangan kasar orang itu dan temannya yang menyergapku kini meningkatkan kekuatannya sehingga akhirnya aku dapat diangkat oleh dua orang itu. Tubuhku terangkat dengan cengkaraman dua orang yang begitu kuat. Aku tak kuasa lagi menahan tangisku. Mataku mengerjap memanas. Aku sangat ketakutan. Aku tidak tahu siapa orang-orang yang mengangkatku dan aku sangat ketakutan apa yang akan dilakukan oleh dua pria dewasa ini padaku. Aku kembali merontah-rontah dan berusaha berteriak. Aku sendir tidak tahu apakah ada seseorang yang akan mendengar teriakanku di tempat yang sepi seperti ini.
Tak lama setelah aku diangkat. Baru beberapa meter mereka mulai berjalan. Tiba-tiba terdengar suara 'BUK' Tubuhku terjatuh seketika. Ternyata ada seseorang pemuda datang dan mulai bertarung dengan dua orang jahat itu. Aku segera bangkit dan menyingkir menjauh. Aku bersembunyi di balik tempat sampah sambil memandangi pemuda itu dengan ketakutan. Pemuda itu tampak lihai berkelahi. Beberapa kali ia berkelit dari serangan dua pria jahat itu dan ia menguasai betul gerakan-gerakan beladiri yang biasanya hanya aku lihat di perguruan pencak silat.

Tak butuh waktu lama, pemuda itu berhasil membuat dua orang penjahat itu lari tunggang langgang. Lalu dia mengalihkan pandangannya kearahku dan berjalan mendekatiku. "Kau tidak apa-apa?" tanya pemuda itu sopan sekali.

"I.. Iya. Te... ri... ma kasih." jawabku dengan suara yang gemetar . "Kau akan  ke mana? Biar kuantar saja. Motorku ada di ujung jalan sana." jelasnya baik sekali. Aku memandang wajahnya dengan intens untuk pertama kalinya. Dia memiliki mata biru yang indah. Hidungnya mancung dan rambut cepaknya yang hitam rapi. Dia mengenakan kemeja putih panjang dibalik jaket kulitnya dan ia juga mengenakan jeans hitam di bagian bawahnya dengan ala sepatu andalas.

"Tidak usah. Saya gak mau ngerepotin lagi." tolakku halus. Tetapi sepertinya tidak menerima jawabanku. Ia malah meraih tangan kananku dan menuntunku mengikuti langkahnya. "Di sini daerah rawan. Tolong jangan menolak. Aku akan merasa tida tenang." bujuknya.  "Baiklah."

Dia menuntunku menuju motornya yang memang ada di ujung jalan. Dia melepaskan tangannya dari lenganku dan langsung menaiki motornya. Lalu dia mengisyaratkan padaku untuk naik di belakangnya sementara dia mengenakan helmnya. Aku menurut saja.  "Aku akan makan dulu jika kau tak keberatan. Aku memang berniat akan pergi ke tempat makan favoritku sebelumnya. Apa kau tidak keberatan?" jelasnya dengan lembut dan sopan sekali.  "Iya tidak apa-apa."

***
Namanya adalah Fariz David Syah. Dia adalah murid kelas dua belas di SMA Mandiri juga. Tepatnya, XII IPA 2. Aku tak menyangka ternyata dia itu kakak kelasku.
Kami pun berjalan beriringan memasuki restoran dan memilih duduk di meja dekat pintu. Fariz memesan pesanannya dan juga memesankan aku makanan. Padahal aku sudah berusaha menolaknya. Tapi dia tetap memaksa. Pelayan pun segera pergi setelah menulis dan membacakan kembali pesanan kami. Aku dan Fariz berbincang-bincang mulai akrab apalagi karena sekolah kami yang sama.

Beberapa menit kemudian, pelayan pun datang dengan membawa pesanan kami. Dia meletakkannya dengan sopan di meja kami. Setelah itu, pelayan itu kembali pergi.

"Ayo kita makan dulu." Aku mengangguk setuju dengan perkataan Fariz. Baru saja aku akan menyentuh garpu di piringku ketika seseorang tiba-tiba mengambil milkshake milikku dan menumpahkannya kepadaku. Aku terlonjak kaget dan langsung menoleh. Jantungku langsung berdegup kencang begitu aku melihat yang menyiramku dengan minumanku sendiri ternyata Fani dan tepat di belakangnya, Rizal berdiri bersidekap dada sambil menatapku tajam. Aku tidak mengerti dengan sikapnya.

"Loe itu ya sahabat macam apa? Disuruh menemani Rizal malah asyik pacaran." ejek Fani dengan senang. Aku langsung berdiri dan memberikannya tatapan menantang. "Siapa yang pacaran. Gue tadi..."

"Loe tuh emang sahabat palsu. Dasar ya egois sekali." penyakit kebiasaannya kembali kambuh. Dasar tukang menyela. "Apa maksud loe? Gue kan tadi ud..."

"Loe sama sekali gak pantes jadi sahabat Rizal. Gak ada gunanya. Lebih baik kau itu jauhin Rizal saja." What the? Seenaknya saja dia bicara.

"Loe jangan sembarangan ngomong ya. Loe gak berhak mengatur. Emangnya loe siapa?" teriakku kesal. Kini semua orang di restoran ini mulai memandangku dengan ekspresi ingin tahu.

"Gue ini pacarnya. Dan loe ini siapa? Loe cuma sahabat abal-abal yang gak berguna. Dan loe itu sama sekali gak pantes jadi saha..."
PLAKK... Tanpa sadar aku menampar pipinya dengan keras sehingga bekas merah di pipi Fani tampak begitu jelas. Dia langsung terdiam tak melanjutkan ucapannya tapi mulutnya menganga lebar seperti tak percaya apa yang aku lakukan. Dia kemudian melangkah mundur dan langsung memeluk Rizal dengan erat. Dia mulai mengeluarkan tangisan pilunya yang mendramatisir. Aku terdiam sesaat. Aku menunggu tanggapan Rizal akan hal ini. Rizal baru melepaskan pelukan Fani setelah beberapa menit. Dia mendekat ke arahku dengan menebar sorot mata yang tajam sekali. Aku sampai merinding melihatnya. Tanpa peringatan ia langsung menamparku dengan sangat keras sampai aku menabrak kursi tempatku duduk tadi. Fariz langsung bangun dari kursinya dan segera membantuku. "Hei apa yang..." ucapan Fariz dipotong pula oleh Rizal.

"Jangan ikut campur." sergah Rizal. Kemudian ia menarik lengan kiriku dan mencengkramku dengan sangat kuat hingga aku sedikit meringis kesakitan. "RANI. Kau lancang sekali menamparnya. Apa kau tidak merasa bersalah sama sekali? Kau sudah setuju menemaniku. Tapi kau malah pergi kencan." ujar Rizal dengan keras dan kasar.  "Aku tidak..."

"Jangan mengelak lagi. Kau memintaku untuk datang jam sebelas saja. Tapi saat aku akan ke sana justru aku melihat berboncengan dengan pacarmu ini. Kau tidak menghargaiku sama sekali, Rani." bentak Rizal dengan kasar. Aku tak menyangka dia bahkan sampai membentakku. Padahal sebelumnya dia tak pernah melakukannya. "Tapi aku tidak memin..."

"CUKUP RANI. AKU TAK MAU DENGAR." Lagi-lagi Rizal memotong ucapanku. Aku sungguh merasa tak berdaya. Aku merasa shock dengan kejadian ini.

"Aku kecewa sekali denganmu, Rani. Dan ternyata Fani benar. Kau sama sekali tidak pantas jadi sahabatku." ujar Rizal dengan nada dingin. Oh tidak, aku tak mau hal itu terjadi.

"Rizal, kau tidak bisa melakukan itu. Kita sudah bersahabat selama sepuluh tahun dan kau tahu betul bagaimana aku selama ini. Aku sama sekali tak pernah melakukan hal yang kau ucapkan itu." bantahku dengan gemetar karena airmataku mulai membanjiri pipiku dan dadaku terasa sesak saat mendengar ucapan kasar Rizal.

"Gak ada lagi aku dan kau. Yang ada hanya loe dan gue. Loe bukan sahabat gue lagi. Camkan itu!" tandas Rizal begitu mengena. Ia langsung melepas cengkraman tangannya dan berjalan keluar diikuti dengan Fani yang merasa menang. Aku sampai tercengang. Seluruh badanku terasa lemas sekali. Aku pasti akan terjatuh ke lantai jika Fariz tidak menahanku. Ia membantuku duduk di kursiku dan langsung menarik kursinya hingga berdekatan denganku.

"Aku sama sekali tidak pernah melakukan itu. Aku bahkan sudah datang ke tempat itu jam setengah delapan. Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Kenapa dia sekarang kasar sekali padaku.

Dia berubah semenjak dia berpacaran dengan Fani tiga bulan yang lalu. Dia jadi melupakanku. Dia jadi mengabaikanku. Bahkan dia sama sekali tidak mau mendengarkan aku. Dia..."Fariz menghentikanku. Dia memelukku dengan erat sambil merapikan rambutku yang sedikit berantakan.

"Sudah jangan dipikirkan..." katanya. Tapi aku tak bisa berhenti memikirkannya.

"Dia sudah kenal denganku selama sepuluh tahun. Tapi..." Fariz mengeratkan pelukannya padaku.

"Jangan terlalu bersedih. Yakinlah, suatu saat nanti dia akan tahu kebenaranya." hibur Fariz.

Meskipun ucapan sederhana Fariz masih belum bisa menghilangkan rasa sedih dan terpukulnya aku. Tapi dalam hati aku turut menyakini ucapannya dengan sepenuh hati. Aku sangat yakin Rizal akan kembali padaku. Entah sebagai sahabatku kembali atau lebih dari itu. Karena persahabatan bukan hanya ada saat senang. Tetapi juga ada pada saat-saat yang gelap seperti ini.

*** Selesai ***

Sunday, 6 November 2016

Contoh Soal dan Penyelesaian Persamaan Linier Dua Variabel

Contoh Soal :

Sarah membeli 2 baju dan 6 tas di toko Melati dengan jumlah yang harus dibayar adalah Rp. 1.500.000. Sedang Rani membeli 5 baju dan 3 tas dengan jumlah yang harus ia bayar adalah Rp. 1.950.000.

Apabila Nina ingin membeli 3 baju dan 5 tas di toko yang sama maka berapa uang yang harus dikeluarkan Nina untuk membayar belanjaannya?

Jawab :

Kamu bisa memakai tiga cara. Eliminasi, substitusi atau campuran. Tapi menurut saya sendiri lebih mudah memakai cara yang campuran. Kenapa tuh? Mari kita cermati.

Langkah I (Model Matematika)
Nah, kita harus mengumpamakan soal cerita di atas ke dalam bentuk model matematika. Itu gambang loh! Gak usah mikir juga pasti bisa deh! Saya yakin kalian sudah bisa. Oh, yang gak tahu caranya jangan berkecil hati terlebih dahulu. Karena di bawah ini saya akan menjelaskan bagaimana caranya. Okey Langsung aja Capcuss :)

Dalam soal di atas, bisa ketahui ada dua jenis barang yang dibeli oleh Sarah, Rani dan Nina. Yaitu : Baju & Tas. Nah, kita umpamakan dua barang tersebut menjadi sebuah variabel.

Baju =  x
Tas = y

Maka kita dapat membuat model matematika untuk mencari penyelesaian dari informasi yang telah lengkap.

(a) 2x + 6y = 1.500.000 (milik Sarah)
(b) 5x + 3y = 1.950.000 (milik Rani) dan,
(c) 3x + 5y = ? (milik Nina di mana jumlahnya belum diketahui.)

Nah, dari ketiga persamaan di atas, hanya ada dua persamaan yang memiliki elemen yang lengkap (ax + by = c)

Maka, untuk mengetahui jumlah yang harus dibayar Nina. Kita harus mencari nilai 1 dari x dan y supaya nantinya bisa dikalikan sesuai dengan jumlah barang yang bersangkutan.

Langkah II (Meng-Eleminasi)

2x + 6y = 1.500.000 | x 5 |
5x + 3y = 1.950.000 | x 2 |
.

10x + 30y = 7.500.000
10x +   6y = 3.900.000 (-)
          24y = 3.600.000
              y = 3.600.000 : 24
              y = 150.000

Itu berarti dapat disimpulkan bahwa harga sebuah tas di toko Melati senilai Rp150.000 .

Langkah III (Substitusi)

Caranya dengan mengganti salah satu nilai variabel dengan nilai yang sebenarnya. Dalam hal ini, variabel yang sudah diketahui nilai sebenarnya adalah variabel y, maka nilai y tersebut bisa kita substitusikan dengan nilai sebenarnya supaya bisa mengetahui nilai X yang belum diketahui.

Mari kita praktikan saja di bawah ini:

Sebelumnya kita harus mengambil salah satu persamaan di antara dua persamaan (milik Sarah atau milik Rani)

Oke, kita ambil saja milik Sarah saja.

             2x + 6y = 1.500.000
2x + 6(150.000)  = 1.500.000
     2x + 900.000 = 1.500.000

(Lalu pindahkan nilai 900.000 ke ruas lain. Ingat jika nilai positif pindah ke ruas lain maka nilainya berubah menjadi negatif)

2x = 1.500.000 - 900.000
2x = 600.000
  x = 600.000 : 2
  x = 300.000

Maka dapat kita simpulkan bahwa harga satu buah baju di toko Melati senilai Rp300.000.

Langkah IV (Mencari nilai yang harus dibayar oleh Nina.)

3x + 5y = ?
3(300.000) + 5(150.000) = ?
900.000 + 750.000 = 1.650.000

Nilai yang harus dibayar Nina pada toko Melati senilai Rp1.650.000

Wednesday, 2 November 2016

Puisi

Sahabat Kecilku
Oleh : Iffah Viyay

Rinduku menjerat kalbu

Kala hatiku gulana merasa rapuh

Umpama kau tak pergi jauh

Kan kutebak di sinilah kau berteduh

Di bawah naungan kasih si lugu

Tuk berbagi sesuatu yang menyentuh

Kini, Kau begitu berjarak...

Dan aku tak tahu pasti

Sudut mana kau berdiam diri

Dengan ingatan masa kanak, kan kukenang kau slalu

Jika kau sudi tahu, aku masih merindu...

Saat-saat yang terekam nyata di masa lalu

Kala kau masih di sisiku

Jika harapku dapat kuungkap

Ingin rasanya kau pun mengenangku

Seperti aku mengenangmu, sebagai sahabat kecilku...

Cirebon, 15 September 2016

More with : Iffah Viyay

Sayembara Menulis Cerita Pendek “Yang Sulit Dimengerti Adalah Perempuan”

Sambil menunggu sayembara
Ta’aruf Penyair Muda Indonesia berakhir, Soulmedia kembali menggelar sayembara kepenulisan. Kali ini berupa sayembara cerita pendek dengan tema “Yang Sulit Dimengerti Adalah Perempuan” (terinspirasi dari novel “Yang Sulit Dimengerti Adalah Perempuan” karya Fitrawan Umar, editor ahli Soulmedia). Berikut ketentuannya:

1. Penulis adalah warga negara Indonesia berusia di bawah 35 tahun (1 Desember 2016)

2. Penulis mengirimkan 1 cerpen original dan belum pernah dimuat di buku atau media cetak. Naskah dikirim dalam bentuk Word ke
redaksisoulmedia@gmail.com (lampirkan foto/scan kartu identitas, dan foto penulis)

3. Peserta wajib mengisi formulir berikut. Klik di sini.

4. Tema cerpen: “Yang Sulit Dimengerti Adalah Perempuan”

5. Disarankan untuk mengangkat cerita yang terinspirasi dari novel “Yang Sulit Dimengerti Adalah Perempuan” karya Fitrawan Umar (Penerbit Exchange).

6. Cerpen-cerpen akan diseleksi oleh tim kurator dari kalangan penulis dan tim penerbit yang diketuai oleh Fitrawan Umar (penulis novel “Yang Sulit Dimengerti Adalah Perempuan”)

7. Peserta wajib membagikan informasi ini dan meng-tag minimal 10 (sepuluh) orang teman di Facebook

8. Deadline pengiriman naskah 1 Desember 2016. pukul 23:59 WIB

9. Cerpen pilihan akan diterbitkan oleh Soulmedia bekerja sama Penerbit Shofia

10. Lima cerpen terbaik akan mendapat hadiah dari Soulmedia dan diskon 50% dalam program Kelas Menulis Online Soulmedia Academy

11. Setiap penulis akan mendapat diskon 20% untuk setiap pembelian buku “Kumpulan Cerpen Pemenang” dan buku “Ta’aruf Penyair Muda Indonesia”, serta diskon 10% untuk program Kelas Menulis Online Soulmedia Academy

12. Sayembara ini bersifat gratis. Panitia tidak memungut biaya sepersen pun.

13. Pengumuman pemenang paling lambat 30 Desember 2016

www.soulmediacademy.com

Contact : Soulmedia